Membangun Dashboard Visualisasi Data berdasarkan Riset
Riset validasi dilakukan untuk mencari kebutuhan atau pain-problem yang selama ini dihadapi stakeholders atau calon user terkait pemahaman data yang mereka butuhkan. Dengan melakukan validasi, visualisasi yang terbentuk diharapkan akan sesuai dengan kebutuhan mereka atau bahkan mampu memecahkan masalah yang selama ini mereka alami.
Membuat visualisasi data merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengekstraksi dan menyampaikan informasi dari data yang kita miliki. Visualisasi seperti infografis akan memudahkan pembaca dalam mencerna informasi yang terkandung di dalam data secara cepat jika dibandingkan denga penyajian konvensional seperti tabel data. Disamping itu, visualisasi yang di desain secara atraktif juga akan menarik minat audiens untuk melihatnya infromasi yang ingin kita sampaikan.
Ada banyak pilihan jenis grafik yang dapat digunakan dalam membangun visualisasi data. Namun, bukan berarti kita bebas memilih jenis grafik apa yang kita gunakan untuk data kita. Salah satu kesalahan yang paling lazim dalam membangun visualisasi data adalah Auto-Pilot, yaitu membangun visualisasi secara otomatis sesuai tipe data yang kita miliki tanpa mempertimbangkan apakah jenis grafik yang dipilih sesuai dengan informasi yang diinginkan user (Zuhra, 2020).
Contoh kesalahan Auto-Pilot adalah ketika kita memiliki data trend jenis musik 1994–2014 dalam satuan persen (seperti pada gambar 1). Biasanya software visualisasi data akan merekomendasikan pie chart sebagai pilihan utama. Padahal, audiens justru sulit mengetahui jenis musik trend jenis musik yang meningkat dari 1994 ke 2014 atau sebaliknya. Penggunaan line chart akan lebih tepat karena akan membantu pembaca dalam melihat jenis musik mana yang trend nya naik atau turun.
Dampak yang cukup fatal dari kesalahan tersebut adalah visualisasi yang kita buat malah mempersulit pembaca. User akan melewatkan atau bahkan berhenti melihat grafik sehingga informasi yang ingin kita sampaikan ke pembaca tidak tersampaikan. Oleh sebab itu, sangat penting bagi kita untuk memahami bagaimana calon user nantinya melihat visualisai yang akan kita buat.
Understand the Problem through Research
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah kesalahan dalam membuat visualisasi data adalah dengan melakukan riset validasi. Riset validasi dilakukan untuk mencari kebutuhan atau pain-problem yang selama ini dihadapi stakeholders atau calon user terkait pemahaman data yang mereka butuhkan. Dengan melakukan validasi, visualisasi yang terbentuk diharapkan akan sesuai dengan kebutuhan mereka atau bahkan mampu memecahkan masalah yang selama ini mereka alami.
Salah satu cara validasi adalah dengan melakukan user interview. Dalam melakukan interview, metode 5 Whys cukup populer untuk menggali kebutuhan atau problem yang dialami users. Metode 5 Whys adalah sebuah metode problem solving yang bertujuan untuk menemukan penyebab dasar dari suatu masalah dengan menanyakan kembali jawaban calon pengguna terkait kendala yang biasanya dialami sebanyak 5 kali secara berturut-turut (framework dapat dilihat di gambar 2). Dengan mengajukan pertanyaan secara beruntun, kita akan menemukan root/systemic cause dari problem yang dialami user, dan dengan temuan tersebut kita dapat menyusun rencana untuk mengatasi penyebab masalah tersebut (Serrat, 2009).
Define Possible Solutions
Hasil riset digunakan untuk menemukan pain problem yang dialami oleh user selama ini. Dari pain problem inilah kita dapat merajut possible solution yang nanti akan diujicobakan ke calon pengguna untuk divalidasi kembali. Sebagai contoh, misalkan kita ingin membuat visualization dashboard untuk monetisasi penyaluran bantuan kepada para petani. Hasil validasi menyimpulkan bahwa petani mebutuhkan berbagai jenis bantuan dari sejak memulai untuk menanam padi hingga memanennya, seperti bantuan kredit untuk membeli benih, bantuan panen selama masa tanam, hingga penjualan hasil panen di masa panen.
Kita dapat membagi dashboard monetisasi tersebut ke dalam beberapa menu dan sub menu sesuai dengan flow yang kita pelajari saat validasi, sehingga kita tidak perlu menampilkan semua data ke dalam satu halaman dashboard.
- Menu Deskripsi: Bertujuan untuk menampilkan data/visualisasi terkait dengan data petani yang terdaftar di dalam sesitem baik berupa profil, demografi, lahan garapan, dan lain sebagainya.
- Menu Fase Pra Tanam: Bertujuan untuk menampilkan data/visualisasi terkait penyaluran bantuan yang terkait dengan persiapan petani sebelum memulai menanam, seperti kredit/pembiayaan, asuransi tani, dan kartu tani.
- Menu Fase Tanam: Bertujuan untuk menampilkan data/visualisasi terkait bantuan yang disalurkan kepada petani menumbuhkan tanamannya, seperti penyaluran pupuk bersubsidi.
- Manu Fase Panen: Bertujuan untuk menampilkan data/visualisasi terkait dengan hasil panen (baik prediksi maupun aktual) sehingga pengepul atau pembeli dapat mempersiapkan harga terbaik ketika membeli hasil panen petani.
Dengan flow tersebut, kita telah membuat sebuah journey yang bisa memudahkan user kita ke depannya. Hal ini berakitan dengan user experience (UX) dari pengguna dashboard di masa mendatang.
Disamping itu, penting bagi kita untuk merancang bentuk/jenis grafik apa yang baik untuk digunakan berdasarkan hasil validasi. Jika user menginginkan data yang cukup detil, maka tabel merupakan pilihan yang tepat. Jika data yang ingin ditampilkan bersifat perbandingan (non-persentase) tanpa adanya indikator waktu, maka diagram batang bisa menjadi pilihan yang tepat, sebaliknya bila ada indikator waktu maka diagram garis merupakan alternatif yang lebih baik dibandingkan diagram batang. Tentu tidak ada jenis yang tepat untuk semua solusi, oleh sebab itu kita perlu meminta feedback terhadap dashboard visualisai yang kita buat kepada user sebagai bahan evaluasi.
Design the Prototype/Mock Up
Langkah selanjutnya adalah membuat desain contoh dashboard atau lebih dikenal dengan mock up. Salah satu aspek yang penting di dalam mock up adalah tampilan atau lebih dikenal dengan user interface (UI). Mock up yang dibentuk bisa berupa wireframe dengan menggunakan tools seperti Figma atau Adobe XD. Pengembangan dashboard perlu mengikuti kaidah UI yang persuasif diantaranya aspek pemilihan warna (Swasty & Adriyanto, 2017). Berikut adalah beberapa contoh pewarnaan yang bisa digunakan:
Terakhir, bangunlah dashboard berdasarkan mock up yang sudah dibuat. Beberapa Business Intelligence (BI) tools bisa digunakan untuk membuat visualisasi dengan metode drag and drop seperti Tableau dan Power BI, namun jika ingin membuat dashboard dengan kustomisasi yang lebih fleksibel bisa dengan menggunakan code dengan bahasa pemrograman Java Script (JS) seperti D3.js atau Highchart.
REFERENSI
Swasty W., Adriyanto R. “Does Color Matter on Web User Interface
Design?”. CommIT Journal Vol. 11, no. 1, 2017: 17–24.
Serrat O. 2010. The five ways technique. Washington, DC: Asian Development Bank
Zuhra WUN. “Prinsip dan Konsep Visualisasi Data”, (https://courses.idjnetwork.org/courses/bercerita-lewat-visualisasi-data/ diakses Juli 2020)